Kegiatan perusahaan dagang adalah menjual barang-barang yang sebelumnya dibeli. Nilai penjualan yang diterima dicatat sebagai Penjualan, sedangkan nilai beli yang dikeluarkan untuk barang yang dijual dicatat sebagai Harga Pokok Penjualan (cost of goods sold).
Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan salah satu unsur atau elemen dari laporan laba-rugi suatu perusahaan dagang yang menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Ini termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dan tidak termasuk periode (operasi) biaya seperti penjualan, iklan atau riset dan pengembangan.
Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Dalam
perhitungan Harga Pokok Penjualan, hal yang perlu dipahami terlebih dahulu
adalah unsur-unsur yang membentuk HPP. Unsur-unsur yang membentuk Harga Pokok
Penjualan antara lain persediaan awal, persediaan ahir, dan pembelian bersih
barang dagangan.
Secara
lebih detail tentang unsur-unsur tersebut simaklah pembahasan berikut ini:
a. Persediaan awal Barang
dagangan (initial inventory)
Persediaan awal
barang dagangan merupakan persediaan barang dagangan yang tersedia pada awal
suatu periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal perusahaan dagang
terdapat pada neraca saldo periode berjalan atau pada neraca awal perusahaan
atau laporan neraca tahun sebelumnya.
b. Persediaan ahir barang
dagangan (end inventory)
Persediaan ahir
barang dagangan merupakan persediaan barang-barang pada ahir suatu periode atau
tahun buku berjalan. Saldo persediaan ahir perusahaan akan diketahui dari data
penyesuaian perusahaan pada ahir periode.
c. Pembelian bersih
Pembelian bersih
merupakan seluruh pembelian barang dagangan yang dilakukan perusahaan baik
pembelian barang dagangan secara tunai maupun pembelian barang dagangan secara
kredit, ditambah dengan biaya angkut pembelian tersebut serta dikurangi dengan
potongan pembelian dan retur pembelian yang terjadi.
In
the income statement presentation, the cost of goods sold is subtracted from
revenues to arrive at the gross margin of a business.
(Dalam
presentasi laporan laba rugi, harga pokok penjualan dikurangi dari pendapatan
untuk sampai pada marjin kotor dari bisnis.)
In
a periodic inventory system, the cost of goods sold is calculated as beginning
inventory + purchases - ending inventory. The assumption is that the result,
which represents costs no longer located in the warehouse, must be related to
goods that were sold. Actually, this cost derivation also includes inventory
that was scrapped, or declared obsolete and removed from stock, or inventory
that was stolen. Thus, the calculation tends to assign too many expenses to
goods that were sold, and which were actually costs that relate more to the
current period.
(Dalam
sistem persediaan periodik, harga pokok penjualan dihitung sebagai persediaan
awal + pembelian - persediaan akhir. Asumsinya adalah bahwa hasil, yang
mewakili biaya tidak lagi terletak di gudang, harus terkait dengan barang yang
dijual. Sebenarnya, biaya derivasi ini juga mencakup persediaan yang
dibatalkan, atau dianggap usang dan dihapus dari saham, atau persediaan yang
dicuri. Dengan demikian, perhitungan cenderung menetapkan terlalu banyak biaya
untuk barang yang dijual, dan yang benar-benar biaya yang lebih berhubungan
dengan periode berjalan.)
In
a perpetual inventory system, the cost of goods sold is continually compiled
over time as goods are sold to customers. This approach involves the recordation
of a large number of separate transactions, such as for sales, scrap,
obsolescence, and so forth. If cycle counting is used to maintain high levels
of record accuracy, this approach tends to yield a higher degree of accuracy
than a cost of goods sold calculation under the periodic inventory system.
(Dalam
sistem persediaan perpetual, harga pokok penjualan terus disusun dari waktu ke
waktu sebagai barang yang dijual kepada pelanggan. Pendekatan ini melibatkan
pencatatan dari sejumlah besar transaksi yang terpisah, seperti untuk
penjualan, memo, usang, dan sebagainya. Jika perhitungan siklus digunakan untuk
mempertahankan tingkat akurasi yang tinggi catatan, pendekatan ini cenderung
menghasilkan tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada harga pokok penjualan
perhitungan di bawah sistem persediaan periodic)
The
cost of goods sold can also be impacted by the type of costing methodology used
to derive the cost of ending inventory. Consider the impact of the following
two inventory costing methods:
(Harga
pokok penjualan juga dapat dipengaruhi oleh jenis biaya metodologi yang
digunakan untuk menurunkan biaya persediaan akhir. Mempertimbangkan dampak dari
dua metode persediaan biaya berikut)
First
in, first out method. Under this method, known as FIFO, the first unit added to
inventory is assumed to be the first one used. Thus, in an inflationary
environment where prices are increasing, this tends to result in lower-cost
goods being charged to the cost of goods sold.
(Pertama,
keluar pertama metode. Dengan metode ini, dikenal sebagai FIFO, unit pertama
yang ditambahkan ke persediaan diasumsikan menjadi yang pertama digunakan.
Dengan demikian, dalam lingkungan inflasi di mana harga meningkat, ini
cenderung menghasilkan barang dengan biaya lebih rendah yang dibebankan ke
harga pokok penjualan)
Last
in, first out method. Under this method, known as LIFO, the last unit added to
inventory is assumed to be the first one used. Thus, in an inflationary
environment where prices are increasing, this tends to result in higher-cost
goods being charged to the cost of goods sold.
(Terakhir,
keluar pertama metode. Dengan metode ini, dikenal sebagai LIFO, unit terakhir
ditambah persediaan diasumsikan menjadi yang pertama digunakan. Dengan
demikian, dalam lingkungan inflasi di mana harga meningkat, ini cenderung
menghasilkan barang-biaya yang lebih tinggi yang dibebankan pada harga pokok
penjualan.)
The
cost of goods sold can be fraudulently altered by a number of means in order to
change reported profit levels, such as:
·
Altering the bill of
materials and/or labor routing records in a standard costing system
·
Incorrectly counting the
quantity of inventory on hand
·
Performing an incorrect
period-end cutoff
·
Allocating more overhead
than actually exists to inventory
(Harga
pokok penjualan dapat curang diubah oleh sejumlah sarana untuk mengubah tingkat
keuntungan yang dilaporkan, seperti:
·
Mengubah
bill of material dan / atau catatan routing yang kerja dalam sistem biaya
standar
·
Salah
menghitung jumlah persediaan di tangan
·
Melakukan
salah akhir periode cutoff
·
Mengalokasikan
lebih overhead daripada benar-benar ada untuk persediaan)
Ø Rumus Perhitungan Harga
pokok penjualan
|
atau
|
Keterangan:
·
BTUD = Persediaan barang
dagangan awal + Pembelian bersih
·
Pembelian bersih = (Pembelian + biaya angkut pembelian ) –
(Retur
Pembelian + Potongan Pembelian)
Apabila ditampakan
dalam bentuk bagan akan terlihat sebagai berikut:
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal barang dagang
Rp
xxxx
Pembelian Rp.
xxxx
Beban Angkut
Pembelian Rp.
xxxx +
Jumlah
Rp. xxxx
Retur
Pembelian Rp. xxxx
Potongan
Pembelian Rp.
xxxx +
Jumlah
Rp. xxxx -
Jumlah pembelian bersih
Rp. xxxx +
Barang
tersedia untuk di jual (BTUD)
Rp. xxxx
Persediaan akhir
barang dagang
Rp.
xxxx -
Harga
Pokok Penjualan
Rp. xxxx
Note :
Rumus
HPP diatas bersifat fleksibel, maksudnya apabila dalam perusahaan Unsur-unsur
HPP tidak lengkap seperti pada Rumus, misalnya tidak terdapat retur pembelian,
atau tidak terdapat potongan pembelian atau tidak terdapat biaya angkut
pembelian dan sebaginya, maka perhitungan HPP tetap dapat dilakukan tanpa
mengikut sertakan unsur tersebut dalam perhitungan.
Contoh perhitungan Harga
Pokok Penjualan (HPP) :
Dalam
neraca saldo sebagian perusahaan Ceria terdapat data seperti nampak dibawah ini
PD.
CERIA
Neraca
Saldo Sebagian
Per
17 November 2013
No.
Akun
|
Nama
Akun
|
Debit
|
Kredit
|
115
|
Persediaan barang dagang
|
Rp.
7.500.000
|
|
511
|
Pembelian
|
Rp.
24. 950.000
|
|
512
|
Potongan Pembelian
|
|
Rp.
276.000
|
513
|
Retur Pembelian
|
|
Rp.
1.350.000
|
Dari
data tersebut terlihat saldo unsur-unsur HPP yaitu Persediaan awal pada neraca
saldo sebagian dan persediaan ahir pada data penyesuaian, serta elemen
pembelian bersih pada neraca saldo sebagian seperti pembelian, retur pembelian
dan potongan pembelian. Meskipun dalam data tersebut tidak terdapat biaya
angkut pembelian, namun proses perhitungan HPP dapat dilakukan sebgai mana
mestinya. Berikut ini proses perhitungannya:
|
Hpp
= {(Persediaan awal)+(pembelian bersih)- (Persediaan ahir)}
HPP
= {(Persediaan awal) + (Pembelian - retur pembelian - potongan pembelian)-
(Persediaan ahir)}
HPP
= {(7.500.000) + (24.950.000 - 276.000- 1.350.000) - (7.900.000)}
HPP
= {7.500.000 + 23.324.000 - 7.900.000}
HPP = Rp 22.924.000.
A.
Proyeksi
Penjualan
Apa
itu Proyeksi Penjualan?
·
Proyeksi penjualan dilakukan
berdasarkan data dan fakta, baik dari bisnis kita maupun dari kondisi global
lainnya
·
Proyeksi atau perkiraan
jumlah penjualan produk pada masa yang akan datang merupakan bagian kegiatan
menyusun rencana penjualan.
·
Penyusunan rencana penjualan
pada tahun mendatang disebut sales forecasting sedangkan jumlah penjualan
produk yang direncanakan disebut sales forecast
·
Proyeksi jumlah penjualan
merupakan tumpuan rencana strategis. Proyeksi penjualan merupakan salah satu
pegangan untuk merencanakan berbagai kegiatan manajemen.
·
Proyeksi penjualan merupakan
bahan masukan untuk menyusun jadwal produksi dan proyeksi penjualan digunakan
sebagai bahan masukan bagi pimpinan untuk mengevaluasi jumlah, sarana produksi,
anggaran penjualan dan kualifikasi tim penjualan apakah sudah cukup memadai.
Prosedur
penyusunan jumlah proyeksi jumlah penjualan menurut Douglas J. Dalrymple,
adalah:
·
Memperkirakan potensi
permintaan pasar (estimating market potential).
·
Memilih metode proyeksi yang
akan dipergunakan (selecting forecasting methods).
·
Menyusun proyeksi jumlah
penjualan (set up sales forecast)
Ø Pertimbangan proyeksi
penjualan
Membuat
proyeksi penjualan tidak luput dari beberapa pertimbangan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi dalam membuat proyeksi penjualan, yaitu:
a. Faktor
Internal, yaitu:
1.
Modal yang harus dimiliki,
2.
Kapasitas produksi,
3.
Kemungkinan investasi,
4.
Sumber daya manusia dll.
b. Faktor
eksternal, yaitu:
1.
Keadaan pasar,
2.
Posisi perusahaan dalam
pasar tersebut,
3.
Persaingan,
4.
Tingkat pertumbuhan
penduduk,
5. Kebiasaaan
di masyarakat dl
Sumber
data utama untuk menyusun proyeksi penjualan, yaitu:
·
Sumber data internal
perusahaan, meliputi: data jumlah penjualan masa lampau, data jumlah penjualan
tiap daerah pemasaran, data jumlah penjualan bulanan atau tahunan, data jumlah
penjualan tiap kelompok jalur distribusi, data jumlah penjualan bahan baku dan
barang jadi, dan strategi pemasaran di masa yang akan datang.
·
Sumber data eksternal
perusahaan, meliputi semua faktor lingkungan eksternal perusahaan.
Dalam
proyeksi penjualan terdapat strategi penjualan yang berbeda dari strategi
pemasaran, penjualan merupakan rangkaian penutup dari kegiatan pemasaran.
Strategi penjualan meliputi:
1. Closing
prospek.
2. Penggajian
tenaga penjualan
3. Optimalisasi
proses pemesanan
4. Strategi
harga, pengiriman dan kondisi lainnya
5. Bagaimana
menjual pada segmen pasar tertentu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar