Sabtu, 15 November 2014

Manajemen Aktiva Tetap dan Aktiva Tetap Tidak Berwujud

Pengertian Aktiva Tetap
Aktiva tetap/tidak lancar adalah kekayaan perusahaan yang pemakaiannya dalam waktu lama (lebih dari satu periode akuntansi). Aktiva tersebut digunakan sendiri dalam kegiatan normal perusahaan serta mempunyai nilai material (relative besar nilainya).

Yang termasuk aktiva tetap antara lain tanah, gedung/bangunan, mesin-mesin, kendaraan, peralatan toko, peralatan kantor.

Aktiva tetap berwujud adalah barang-barang atau peralatan yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam aktivitas operasi perusahaan dan masa kegunaannya relatif permanen. Adapun untuk aktiva tetap berwujud yang masa kegunaannya terbatas harus di depresiasi sesuai masa kegunaannya dan penyajian pada neraca sebesar nilai bukunya, nilai buku diperoleh dari harga perolehan dikurangi akumulasi depresinya.

Berikut penjelasan harga perolehan dari beberapa jenis aktiva tetap berwujud:
1. Tanah
Tanah yang dimanfaatkan untuk aktivitas atau operasional perusahaan akan dicatat pada rekening tanah. Tanah tersebut akan dicatat dalam rekening investasi jangka panjang apabila tanah tersebut tidak digunakan untuk usaha perusahaan. Beriky elemen harga perolehan tanah:
a. Harga Beli
b. Biaya Penelitian Tanah
c. Komisi Pembelian
d. Bea Balik Nama
e. Biaya Untuk Merobohkan Bangunan Lama
f. Iuran-Iuran Atau Pajak Tanah

2. Gedung dan Bangunan
Gedung atau bangunan yang diperoleh dengan cara dibeli, maka harga perolehannya harus dialokasikan ke dalam tanah dan gedung. Berikut biaya yang dikapitalisasi untuk memperoleh gedung tersebut:
a. Harga Beli
b. Komisi Pembelian
c. Biaya Perbaikan Sebelum Gedung Dimanfaatkan
d. Pajak-Pajak Pembeliam Yang Menjadi Tanggung Jawa Pembeli
e. Bea Balik Nama

3. Mesin Dan Alat-Alat
Harga perolehan dari mesin dan alat-alat diantaranya:
a. Harga Beli
b. Biaya Angkut
c. Pajak-Pajak Yang Menjadi Tanggungan Pembeli
d. Biaya Pemasangan
e. Asuransi Ketika Dalam Perjalanan
f. Biaya Saat Percobaan Mesin

Pengertian Aktiva Tetap Tidak Berwujud
Aktiva tetap tidak berwujud adalah hak istimewa yang dimiliki oleh perushaan dan memiliki nilai namun tidak memiliki bentuk fisik. Yang termasuk aktiva tidak berwujud antara lain:
1. goodwill, yaitu nilai-nilai yang dimiliki perushaan yang timbul karena adanya keistimewaan-keistimewaan tertentu, seperti letak yang sangat strategis dan nama yang sudah sangat terkenal
2. hak paten, hak yang diberikan kepada perseorangan atau badan usaha untuk menemukan penemuan baru
3. hak cipta, hak yang diberikan kepada perseorangan atau badan usaha untuk memperbanyak/menjual barang-barang hasil karya/seni
4. merk dagang, hak yang diberikan kepada pemerintah kepada badan usaha untuk menggunakan nama, cap, atau lambing bagi usahanya
5. franchise, yaitu hak istimewa yang diperoleh perusahaan/perseorangan dari pihak lain untuk mengkormersilkan produk teknik atau formula tertentu.

Aktiva/Sarana Prasarana Sekolah (SPP)
Aktiva/sarana prasarana sekolah adalah asset yang dimiliki oleh suatu lembaga sekolah dalam menunjang terjadinya proses pembelajaran siswa dan guru. Sekolah tidak bisa terlepas dari sarana dan prasarana sekolah. 

Metode Penyusutan dan Amortisasi
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi (yang berjangka waktu). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap.

Asset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlakunya waktu. Jumlah yang dapat disusutkan, dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat asset dengan berbagai metode yang sistematis dan diterapkan secara konsisten atau taat asas, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan agar dapat menyediakan daya banding hasil afiliasi perusahaan dari period eke periode, penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut akuntansi komersial, yaitu:
1. Berdasarkan kriteria waktu 
     1. Metode garis lurus
     2. Metode pembebanan angka menurun

1)    Metode jumlah angka tahun
2)    Metode saldo menurun/saldo menurun ganda
    1. Berdasarkan kriteria penggunaan 
       1. Metode jam jasa
       2. Metode jumlah unit produksi
       3. Berdasarkan kriteria lainnya 
                1. Metode berdasarkan jenis dan kelompok
                2. Metode anuitas

Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 UU PPh :
1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan
2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.
Penggunaaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten).

Penurunan kelompok dan tariff penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada     pasal 11 UU PPh sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud
 Masa Manfaat
Tarif Penyusutan berdasarkan metode garis lurus
 Tarif Penyusutan berdasarkan metode saldo menurun
I. Bukan Bangunan
     Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
     Kelompok 2
8 tahun
12,50%
25%
     Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,50%
     Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
II. Bangunan
     Permanen
20 tahun
5%
-
     Tidak Permanen
10 tahun
10%
-

Contoh Perhitungan Penyusutan
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2001 membeli sebuah alat pertanian (bukan bangunan) yang   mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp. 1.000.000.000,00. Penghitungan penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I : Metode Garis Lurus
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 25% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 125.000
Penyusutan tahun 2002:
25% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 250.000
Penyusutan tahun 2003:
25% x Rp. 1.000.000.000= Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2004:
25% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 250.000,00

Alternatif II : Metode Saldo Menurun
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 50% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2002:
50% x (Rp. 1.000.000.000,00 – Rp. 250.000,00) =
50% x Rp. 750.000,00 = Rp. 375.000,00
Penyusutan tahun 2003:
50% x (Rp. 750.000,00 – Rp. 375.000,00) =
50% x Rp. 375.000,00 = Rp. 187.500,00
Penyusutan tahun 2004:
Karena untuk tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku disusutkan sekaligus sehingga penyusutan tahun 2004 adalah:
(Rp. 375.000,00 – Rp. 187.500,00) = Rp. 187.500,00
           
III.   AMORTISASI
A.   Pengertian Amortisasi
Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga dengan Amortisasi.
Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk.
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
3. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
4. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun




Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi.


Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi
Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tariff penyusutan terlihat sebagai berikut:
Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortsasi berdasarkan metode garis lurus
Tarif Amortsasi berdasarkan metode saldo menurun
     Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
     Kelompok 2
8 tahun
12,50%
25%
     Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,50%
     Kelompok 4
20 tahun
5%
10%

Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.







Contoh Perhitungan Amortisasi
PT Asti Jaya pada tanggal 4 November 2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00 untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix. Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2001:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
 
Alternatif II : Metode Saldo Menurut
Amortisasi tahun 2001:
50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)
50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)
50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Amortisasi tahun 2004:
Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan  sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:
(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00
 



Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi
1. Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi
Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tariff amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh:
Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2002 adalah:
Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 30%
Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00
= Rp. 300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
1. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada amortisasi atas:
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Contoh:
PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:
(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =
40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00
Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00

1 komentar: