Minggu, 09 November 2014

Manajemen Piutang

Konsep Piutang
Piutang merupakan salah satu unsur dari aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang timbul akibat adanya penjualan barang dan jasa atau pemberian kredit terhadap debitur yang pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari (tiga puluh hari) sampai dengan 90 hari (sembilan puluh hari). Dalam arti luas, piutang merupakan tuntutan terhadap pihak lain yang berupa uang, barang-barang atau jasa-jasa yang dijual secara kredit. Piutang bagi kegunaan akuntansi lebih sempit pengertiannya yaitu untuk menunjukkan tuntutan-tuntutan pada pihak luar perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan jumlah uang tunai.
Piutang  dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha jangka pendek dapat dibagi atas dua yaitu:
1. Piutang usaha/piutang terhadap langganan
2. Piutang yang akan diterima.
Hal-hal yang termasuk dalam piutang yang akan diterima adalah:
1. Bunga yang masih harus diterima yang timbul dari aktiva yang dimiliki perusahaan, seperti wesel tagih dan  bon.
2. Piutang sewa yang masih harus diterima yang timbul dari hasil penyewaan, seperti gedung, mobil dan alat-alat besar lainnya.
3. Pendapatan piutang merupakan pendapatan yang akan diterima sebagai hasil investasi dalam perusahaan.
Penggolongan piutang dan umur piutang dapat digolongkan ke dalam 4 jenis, yaitu:
1. Piutang lancar adalah piutang yang diharapkan tertagihnya dalam 1 tahun atau siklus usaha normal.
2. Piutang tidak lancar adalah tagihan/piutang yang tidak dapat ditagih dalam jangka waktu 1 tahun.
3. Piutang yang dihapuskan adalah suatu tagihan yang tidak dapat ditagih lagi dikarenakan pelanggan mengalami kerugian/bangkrut (tidak tertagih).
4. Piutang dicadangkan adalah tagihan yang disisihkan sebelumnya untuk menghindari piutang tidak tertagih

Pengelolaan Piutang
Bambang  Riyanto Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2003: 76)  lebih lanjut mengemukakan 5 hal yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam piutang, yaitu :
1. Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu syarat pembayaran ketat dan sewaktu-waktu syarat pembayaran lunak). Apabila perusahaan adakalanya ketat atau lunak artinya sesuatu yang dapat dikondisikan dalam menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mementingkan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.
2. Volume penjualan kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih besar pula, dan demikian halnya dengan  masalah  profitabilitas. Akan tetapi  perusahaan juga diharapkan dengan masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit yang diberikan kepada para  pelanggan.  makin  besar  plafon  pinjaman yang ditetapkan untuk setiap pelanggan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang, demikian pula ketentuan mengenai siapa yang diberikan pinjaman. Makin selektif  langganan  yang  dapat  diberikan  kredit atau pinjaman akan dapat memperbaiki besarnya investasi dalam piutang. Dengan demikian maka pembatasan pinjaman disini adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif.
4. Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan di dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif. Perusahaan yang secara aktif menagih piutang memilikipengeluaran uang untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan pasif.
5. Kebijaksanaan membayar dari langganan.
Ada kebiasaan dari sebagian pelanggan dalam membayar pinjamannya menggunakan kesempatan dengan alasan menunda pembayaran merasa ada keuntungan.

Penerapan Manajemen Piutang dalam keuangan pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan penggunaan anggaran yang telah dilaksanakan serta hasil yang dicapai secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan sebagai mekanisme akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran.
Setiap akhir periode pelaporan, pendapatan yang seharusnya sudah diterima satuan kerja, yang dalam kenyataannya belum diterima seluruhnya, menyebabkan timbulnya Piutang yang harus ditatausahakan sesuai peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pada satuan kerja selaku entitas akuntansi. Penyajian angka-angka dalam laporan keuangan diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat dan terpercaya bagi yang berkepentingan sehingga penyajian angka tersebut harus dapat diyakini kebenarannya antara lain penyajian piutang sebagai salah satu aset lancar. Piutang merupakan aset lancar yang tingkat likuiditasnya tinggi yang berpotensi disalahgunakan, sehingga setiap Satuan Kerja diharapkan dapat memahami transaksi, penatausahaan, dan penyajian piutang dalam laporan keuangan, sesuai ketentuan perundang-undangan. Timbulnya Piutang pada umumnya terjadi karena adanya tunggakan pungutan pendapatan atau transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih atas pemberian barang/jasa yang belum diterima pembayarannya secara tunai.
Oleh karna itu dalam rangka keseragaman penatausahaan dan akuntansi Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikandan Kebudayaan perlu disusun Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan dari POS Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara lain:
1.      Memberikan pedoman yang seragam bagi pejabat perbendaharaan dan petugas pelaporan keuangan pada Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam melaksanakan pencatatan dan penyajian Piutang PNBP yang wajar dalam laporan keuangan;
2.      Mendukung penyelenggaraan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang menghasilkan informasi piutang yang wajar;
3.      Memberikan informasi yang wajar dan tepat waktu mengenai piutang.

Ruang Lingkup
Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Piutang merupakan pedoman bagi seluruh Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketentuan Umum Ketentuan mengenai Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut:
1.      Pengakuan Piutang untuk Satker Non BLU menggunakan basis Kas menuju Akrual;
2.      Pengakuan Piutang untuk satker BLU menggunakan basis Akrual, artinya piutang diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi;
3.      Piutang berkurang pada saat terjadi pembayaran atau penghapusan;
4.      Jika terjadi pembayaran setelah piutang dihapuskan, maka pembayaran tersebut diakui sebagai Pendapatan Lain-lain;
5.      Piutang ditetapkan berdasarkan surat keputusan yang dibuat oleh pimpinan satker yang bersangkutan;
6.      Putang terjadi karena transaksi atau adanya perjanjian/perikatan yang menimbulkan hak tagih di lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan;
7.      Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di klasifikasikan dalam Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
8.      Atas piutang yang telah dihapusbukukan, hak tagih tetap melekat pada satker yang bersangkutan, dan wajib memelihara pencatatannya secara ekstracomptabel;
9.      Piutang yang penagihannya diserahkan kepada KPKNL, hak atas piutang tersebut tetap melekat pada satuan kerja yang bersangkutan;
10.  Transaksi Piutang memiliki karakteristik antara lain:
a.       Terdapat penyerahan barang, jasa, atau timbulnya hak untuk menagih berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      Kesepakatan pihak-pihak terkait;
c.       Jangka waktu pelunasan;
d.      Jumlah piutang dapat diukur.
11.  Berdasarkan pertimbangan pimpinan satker, mahasiswa yang mempunyai utang/tunggakan pendidikan dapat mengikuti proses belajar dan tidak diperkenankan untuk diberhentikan karena ketidakmampuan membayar uang pendidikan.

Jenis-Jenis Piutang
Jenis-jenis piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari:
1.      Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa,dan Jasa,sebagai berikut:
                               a.            Piutang dari Pendapatan Penjualan adalah piutang yang timbul karena adanya perpindahan hak penguasaan barang kepada pihak lain, sedangkan Kantor/Satker baru menerima sebagian pembayaran dan sisa pembayaran diangsur/dicicil sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati;
                              b.            Piutang dari Pendapatan Sewa, adalah piutang yang timbul karena kegiatan sewa hak guna usaha/guna pakai dimana penyewa tidak mempunyai hak untuk membeli objek yang di sewa dengan sistem pembayaran secara berkala;
                               c.            Piutang dari Pendapatan Jasa, adalah piutang yang timbul karena perikatan/perjanjian dengan menggunakan fasilitas Satuan Kerja yang bersangkutan dan pembayarannya dilakukan secara berkala.

2.      Piutang dari Pendapatan Pendidikan,adalah piutang yang timbul dari jasa pendidikan, antara lain:
                               a.            Piutang dari Pendapatan Sumbangan Pendidikan dan Sumbangan Pembangunan;
                              b.            Piutang dari Pendapatan Uang Ujian Masuk, dan Akhir Pendidikan;
                               c.            Piutang dari Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktik;
                              d.            Piutang dari Pendapatan Pendidikan Lainnya.

3.      Piutang dari Pendapatan Lain-lain, antara lain:
a.       Piutang dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh negara (TP/TGR). Piutang ini terjadi karena penyalahgunaan anggaran belanja oleh pegawai atau Bendahara yang menimbulkan TP/TGR yang dapat dikelompokkan menurut sumber timbulnya tuntutan ganti rugi yaitu:
                                                              i.      Piutang yang berasal dari akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Piutang ini timbul karena adanya kerugian negara yang dilakukan oleh pegawai negeri bukan bendahara, sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya. Tuntutan Ganti Rugi ditetapkan oleh pimpinan di lingkup Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                                            ii.      Piutang yang timbul dari akibat Tuntutan Perbendaharaan (TP) Tuntutan Perbendaharaan dikenakan kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan Kerugian Negara. Tuntutan Perbendaharaan dikenakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.      Piutang dari Pendapatan Pengadaan Barang/Jasa
                                                              i.      Penyedia Barang dan Jasa yang tidak memenuhi ketentuan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan Surat Perikatan Kerja/kontrak dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah, dan pengembalian senilai pekerjaan yang belum diselesaikan.
                                                            ii.      Penyedia Barang dan Jasa telah memenuhi ketentuan yang tercantum pada Surat Perikatan Kerja sesuai Berita Acara. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan instansi berwenang, terdapat ketidaksesuaian kualitas dan atau kuantitas Barang dan Jasa dibandingkan dengan Surat Perikatan Kerja. Hal ini menimbulkan kewajiban bagi Penyedia Barang dan Jasa untuk mengganti barang atau mengembalikan uang yang telah diterima, dan tidak dibarengi dengan pembayaran tunai dan atau penggantian barang diakui sebagai Piutang.
c.       Piutang dari penerimaan kembali Persekot/Uang Muka Gaji Piutang dari penerimaan kembali Persekot/Uang Muka Gaji merupakan piutang yang berasal dari selisih kurang pertanggungjawaban pelaksanaan suatu kegiatan/aktivitas.
d.      Piutang dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan Pemerintah Piutang dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah merupakan piutang yang timbul dari tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan dalam kontrak terhadap pihak pemerintah

1 komentar: