Piutang merupakan salah satu unsur dari aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang timbul akibat adanya penjualan barang dan jasa atau pemberian kredit terhadap debitur yang pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari (tiga puluh hari) sampai dengan 90 hari (sembilan puluh hari). Dalam arti luas, piutang merupakan tuntutan terhadap pihak lain yang berupa uang, barang-barang atau jasa-jasa yang dijual secara kredit. Piutang bagi kegunaan akuntansi lebih sempit pengertiannya yaitu untuk menunjukkan tuntutan-tuntutan pada pihak luar perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan jumlah uang tunai.
Piutang dapat digolongkan dalam dua
kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha jangka pendek dapat dibagi
atas dua yaitu:
1. Piutang
usaha/piutang terhadap langganan
2. Piutang
yang akan diterima.
Hal-hal yang termasuk dalam piutang yang akan diterima adalah:
1. Bunga yang masih harus diterima yang timbul dari aktiva yang dimiliki perusahaan, seperti wesel tagih dan bon.
2. Piutang sewa yang masih harus diterima yang timbul dari hasil penyewaan, seperti gedung, mobil dan alat-alat besar lainnya.
3. Pendapatan piutang merupakan pendapatan yang akan diterima sebagai hasil investasi dalam perusahaan.
Penggolongan piutang dan umur piutang dapat
digolongkan ke dalam 4 jenis, yaitu:
1. Piutang
lancar adalah piutang yang diharapkan tertagihnya dalam 1 tahun atau siklus usaha
normal.
2. Piutang
tidak lancar adalah tagihan/piutang yang tidak dapat ditagih dalam jangka waktu
1 tahun.
3. Piutang
yang dihapuskan adalah suatu tagihan yang tidak dapat ditagih lagi dikarenakan
pelanggan mengalami kerugian/bangkrut (tidak tertagih).
4. Piutang dicadangkan
adalah tagihan yang disisihkan sebelumnya untuk menghindari piutang tidak
tertagih
Pengelolaan Piutang
Bambang Riyanto Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2003: 76) lebih lanjut mengemukakan 5 hal yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam piutang, yaitu :
1. Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu syarat pembayaran ketat dan sewaktu-waktu syarat pembayaran lunak). Apabila perusahaan adakalanya ketat atau lunak artinya sesuatu yang dapat dikondisikan dalam menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mementingkan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.
2. Volume penjualan kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih besar pula, dan demikian halnya dengan masalah profitabilitas. Akan tetapi perusahaan juga diharapkan dengan masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit yang diberikan kepada para pelanggan. makin besar plafon pinjaman yang ditetapkan untuk setiap pelanggan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang, demikian pula ketentuan mengenai siapa yang diberikan pinjaman. Makin selektif langganan yang dapat diberikan kredit atau pinjaman akan dapat memperbaiki besarnya investasi dalam piutang. Dengan demikian maka pembatasan pinjaman disini adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif.
4. Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan di dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif. Perusahaan yang secara aktif menagih piutang memilikipengeluaran uang untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan pasif.
5. Kebijaksanaan membayar dari langganan.
Ada kebiasaan dari sebagian pelanggan dalam membayar pinjamannya menggunakan kesempatan dengan alasan menunda pembayaran merasa ada keuntungan.
Penerapan Manajemen Piutang dalam keuangan pendidikan
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sebagai entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk
melaporkan penggunaan anggaran yang telah dilaksanakan serta hasil yang dicapai
secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan sebagai
mekanisme akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran.
Setiap akhir periode pelaporan, pendapatan yang seharusnya sudah
diterima satuan kerja, yang dalam kenyataannya belum diterima seluruhnya,
menyebabkan timbulnya Piutang yang harus ditatausahakan sesuai peraturan
perundang-undangan. Laporan keuangan
merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pada satuan kerja
selaku entitas akuntansi. Penyajian angka-angka dalam laporan keuangan
diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat dan terpercaya bagi yang
berkepentingan sehingga penyajian angka tersebut harus dapat diyakini
kebenarannya antara lain penyajian piutang sebagai salah satu aset lancar. Piutang merupakan aset lancar yang tingkat likuiditasnya tinggi
yang berpotensi disalahgunakan, sehingga setiap Satuan Kerja diharapkan dapat
memahami transaksi, penatausahaan, dan penyajian piutang dalam laporan
keuangan, sesuai ketentuan perundang-undangan. Timbulnya Piutang pada umumnya
terjadi karena adanya tunggakan pungutan pendapatan atau transaksi lainnya yang
menimbulkan hak tagih atas pemberian barang/jasa yang belum diterima
pembayarannya secara tunai.
Oleh karna itu dalam rangka keseragaman penatausahaan dan
akuntansi Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikandan Kebudayaan perlu
disusun Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Piutang di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan dari POS
Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara
lain:
1. Memberikan
pedoman yang seragam bagi pejabat perbendaharaan dan petugas pelaporan keuangan
pada Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam
melaksanakan pencatatan dan penyajian Piutang PNBP yang wajar dalam laporan
keuangan;
2. Mendukung
penyelenggaraan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang menghasilkan informasi
piutang yang wajar;
3. Memberikan
informasi yang wajar dan tepat waktu mengenai piutang.
Ruang Lingkup
Prosedur
Operasional Standar Pengelolaan Piutang merupakan pedoman bagi seluruh
Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketentuan Umum Ketentuan mengenai Pengelolaan Piutang di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan Piutang untuk Satker Non BLU menggunakan basis Kas
menuju Akrual;
2. Pengakuan Piutang untuk satker BLU menggunakan basis Akrual,
artinya piutang diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi;
3. Piutang berkurang pada saat terjadi pembayaran atau penghapusan;
4. Jika terjadi pembayaran setelah piutang dihapuskan, maka
pembayaran tersebut diakui sebagai Pendapatan Lain-lain;
5. Piutang ditetapkan berdasarkan surat keputusan yang dibuat oleh
pimpinan satker yang bersangkutan;
6. Putang terjadi karena transaksi atau adanya perjanjian/perikatan
yang menimbulkan hak tagih di lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan;
7. Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di
klasifikasikan dalam Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
8. Atas piutang yang telah dihapusbukukan, hak tagih tetap melekat
pada satker yang bersangkutan, dan wajib memelihara pencatatannya secara
ekstracomptabel;
9. Piutang yang penagihannya diserahkan kepada KPKNL, hak atas
piutang tersebut tetap melekat pada satuan kerja yang bersangkutan;
10. Transaksi Piutang memiliki karakteristik antara lain:
a. Terdapat penyerahan barang, jasa, atau timbulnya hak untuk menagih
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Kesepakatan pihak-pihak terkait;
c. Jangka waktu pelunasan;
d. Jumlah piutang dapat diukur.
11. Berdasarkan pertimbangan pimpinan satker, mahasiswa yang mempunyai
utang/tunggakan pendidikan dapat mengikuti proses belajar dan tidak
diperkenankan untuk diberhentikan karena ketidakmampuan membayar uang
pendidikan.
Jenis-Jenis Piutang
Jenis-jenis piutang di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari:
1.
Piutang
dari Pendapatan Penjualan, Sewa,dan Jasa,sebagai berikut:
a.
Piutang
dari Pendapatan Penjualan adalah piutang yang timbul karena adanya perpindahan
hak penguasaan barang kepada pihak lain, sedangkan Kantor/Satker baru menerima
sebagian pembayaran dan sisa pembayaran diangsur/dicicil sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati;
b.
Piutang
dari Pendapatan Sewa, adalah piutang yang timbul karena kegiatan sewa hak guna
usaha/guna pakai dimana penyewa tidak mempunyai hak untuk membeli objek yang di
sewa dengan sistem pembayaran secara berkala;
c.
Piutang
dari Pendapatan Jasa, adalah piutang yang timbul karena perikatan/perjanjian
dengan menggunakan fasilitas Satuan Kerja yang bersangkutan dan pembayarannya
dilakukan secara berkala.
2.
Piutang
dari Pendapatan Pendidikan,adalah piutang yang timbul dari jasa pendidikan,
antara lain:
a.
Piutang
dari Pendapatan Sumbangan Pendidikan dan Sumbangan Pembangunan;
b.
Piutang
dari Pendapatan Uang Ujian Masuk, dan Akhir Pendidikan;
c.
Piutang
dari Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktik;
d.
Piutang
dari Pendapatan Pendidikan Lainnya.
3.
Piutang
dari Pendapatan Lain-lain, antara lain:
a.
Piutang
dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh negara (TP/TGR).
Piutang ini terjadi karena penyalahgunaan anggaran belanja oleh pegawai atau
Bendahara yang menimbulkan TP/TGR yang dapat dikelompokkan menurut sumber
timbulnya tuntutan ganti rugi yaitu:
i.
Piutang
yang berasal dari akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Piutang ini timbul karena
adanya kerugian negara yang dilakukan oleh pegawai negeri bukan bendahara,
sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar
hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas
yang menjadi kewajibannya. Tuntutan Ganti Rugi ditetapkan oleh pimpinan di
lingkup Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
ii.
Piutang
yang timbul dari akibat Tuntutan Perbendaharaan (TP) Tuntutan Perbendaharaan dikenakan
kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan
Kerugian Negara. Tuntutan Perbendaharaan dikenakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.
Piutang
dari Pendapatan Pengadaan Barang/Jasa
i.
Penyedia
Barang dan Jasa yang tidak memenuhi ketentuan penyelesaian pekerjaan sesuai
dengan Surat Perikatan Kerja/kontrak dikenakan sanksi berupa denda
keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah, dan pengembalian senilai
pekerjaan yang belum diselesaikan.
ii.
Penyedia
Barang dan Jasa telah memenuhi ketentuan yang tercantum pada Surat Perikatan
Kerja sesuai Berita Acara. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan instansi
berwenang, terdapat ketidaksesuaian kualitas dan atau kuantitas Barang dan Jasa
dibandingkan dengan Surat Perikatan Kerja. Hal ini menimbulkan kewajiban bagi
Penyedia Barang dan Jasa untuk mengganti barang atau mengembalikan uang yang
telah diterima, dan tidak dibarengi dengan pembayaran tunai dan atau
penggantian barang diakui sebagai Piutang.
c.
Piutang
dari penerimaan kembali Persekot/Uang Muka Gaji Piutang dari penerimaan kembali
Persekot/Uang Muka Gaji merupakan piutang yang berasal dari selisih kurang
pertanggungjawaban pelaksanaan suatu kegiatan/aktivitas.
d.
Piutang
dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan Pemerintah Piutang
dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah merupakan
piutang yang timbul dari tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya
yang dibebankan dalam kontrak terhadap pihak pemerintah
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus